Haruskah Ku Katakan ini? “Literasi kita Payah.”
Sejak munculnya Teknologi yang luar biasa di permukaan
bumi ini, seharusnya dan semestinya literasi akan lebih maju. Saya katakan minat
dalam menulis, membaca dan lain hal yang berkaitan dengan literasi, tidak turun
drastis. Malah literasi semakin maju dan berkembang menurut pandangan saya
pribadi. tetapi literasi di zaman yang katanya adalah zaman kemudahan ini,
literasi berjalan di jalan yang salah.
Yah..
Media sosial! kemudahan itu dialihkan
dalam bentuk yang buruk, media sosial digunakan sebagai ladang untuk mengujar
kebencian dalam bentuk tulisan. Dengan segala bentuk yang ada dan popularitas
media sosial, harusnya kita menkonsumsi dan berpartisipasi dalam bentuk dan
fungsi yang mengandung informasi, pendidikan dan kemasyarakatan. Media sosial
bukan hanya sebuah situs yang digunakan untuk menjalin silaturahmi, media
sosial harus kita manfaatkan untuk berbagi informasi yang berguna dan
bermanfaat, saya sebut saja literasi karena saya ingin media sosial menjadi
sebuah perpustakaan yang kaya akan Ilmu.
Definisi
literasi menunjuk paradigma baru dalam upaya memaknai “literasi, konteks
memahami, melibati, menganalisis, dan mentransformasi teks akan hilang,” jika
tak mampu merubah pola penggunaan media sosial. Paradigma yang tertanam pada
pengguna media sosial hanya sekedar ingin memperlihatkan luapan emosi kita
lewat Status dan Story. hal itu bukanya tidak boleh atau dilarang, namun sayangnya
tidak elok ketika pribadimu diumbar dalam media sosial. hal ini terjadi karena
rendahnya pengetahuan tentang literasi.
Kurangnya
pengetahuan tentang literasi media sosial di zaman digital, menjadi alasan terbesar
mengapa media sosial lebih dominan kearah yang bersifat negatif daripada kearah
positif. Hal negatif yang sering kita jumpai di media sosial seperti, konten
pornografi, pelanggaran privasi, kekerasaran, berita hoax. seharusnya kita lebih meningkatkan tingkat kepekaan kita terhadap yang kita konsumsi di media sosial. Pengunaan media sosial akan
mempengaruhi kualitas dan kuantitas masyarakat, itulah alasan mengapa kita
harus membenahi penggunaan media sosial. Karena edukasi yang di hasilkan dari
media sosial dapat menentukan arah dan tujuan masyarakat, ditinjau dari
kuantitas media sosial.
Sekedar
berpaling kebelakang, kondisi terpuruk yang tejadi kepada pengguna media sosial
di Indonesia pada saat Pemilu kemarin. Maraknya informasi yang berdampak memecah
belah masyarakat karena informasi yang tidak bersumber atau HOAX. Tidak sedikit
pengguna media sosial yang di proses secara hukum, namun hal ini tidak
berpengaruh sedikitpun kepada pengguna media sosial. Hal ini terjadi karena
kurangya pengetahuan masyarakat terhadap literasi, padahal pemerintah telah
bergerak melalui forum komunitas
literasi yang bernama Siber Kreasi.
Media
sosial harusnya difungsikan sebagai media yang dapat menggali sumber informasi,
namun yang terjadi di kalangan pengguna media sosial cenderung bersifat pribadi
dan hiburan semata. Hal ini sebenarnya tidak merugikan, namun ini berdampak negatif
bagi masyarakat. Kita harus memahami
cara penggunaan media sosial yang baik, karena menyampaikan sesuatu keadaan dan
tempat atau yang sedang kita lakukan di media sosial sunggu tidak ada
faedahnya. Tetapi ini bukan salah kita, butuh proses yang panjang untuk
memahami media sosial sebagai media edukasi.
Saya
sebagai Ketua PC IMM BMR Bidang Media Komunikasi periode 2019-2020, mengajak
kepada seluruh kader IMM BMR untuk menggunakan media sosial dalam hal Positif
dan meninggalkan sisi negatif media sosial. Saya menantang kepada seluruh kader
IMM dan Alumni IMM BMR untuk menulis 500 kata dan di publikasikan di www.pcimmbmr.com hal ini sebagai upaya
menghapus kebiasaan buruk penggunaan media sosial.
#literasi
Apa itu paradigma?
ReplyDeleteKerangka berfikir
Delete